Berikut adalah sebuah catatan tentang perjalanan penuh darah dan
keringat untuk menapaki puncak Ciremai. Dimulai dari ajakan pendaki
berandalan yang sudah tidak jomblo lagi, sebut saja Dodi. Hari H
(28/3/14) yang ditunggu tiba, tersebutlah segerombolan 6 pria gamang dan
resah yang sudah rindu belaian trek terjal nan sadis. Alfamart
Pulogadung adalah saksi banyak bicara yang menyaksikan pertemuan kami.
Di sana terdapat: Hendra, lelaki yang sudah me-Rinjani ini mengaku
sebagai seorang pemikir hebat untuk urusan wanita dan cinta. Rangga,
fotografer yang penuh semangat bertangan dingin. Aji, penakluk banjir
Jakarta bagian setiabudi yang menguasai ilmu sihir. Vega, pawang elang
bersenjatakan sisir dan cairan lengket pengkilap rambut. Dodi, pria
Sinabung yang punya banyak mantan dan agak sensitif tentang warna
kulitnya. Dan gw sendiri si pria vaksin sebutan mereka hahaha.
Tepat pukul 20.30 kami menaiki bus bernama Luragung jurusan Pulogadung –
Kuningan (tiketnya tulisannya 60k tp di tawar jadi 50k). Entah kenapa
supir bus ini terus saja mengizinkan penumpang masuk meskipun teriakan
manusia di dalam karena tercekik kesempitan sudah menggema keras. Kami
duduk di belakang kaki keram karena berjam-jam duduk dengan keadaan
tertekuk tanpa bergerak. Bus kampret ini melaju sangat kencang di jalur
pantura, entah berapa kucing yang mati terlindas olehnya. Mencoba
melarikan diri ke alam mimpi tapi apa boleh buat yang kami dapati
hanyalah tidur ayam tanpa kenikmatan diperjalanan, akhirnya jam
menunjukkan pukul 02.00 dini hari (29/3/14), kami tiba di pertigaan
Linggarjati.
Bahagia bukan main saat turun dari bus penuh derita. Melipir sebentar ke
indomaret mencari seteguk kenikmatan buat tenggorokan yang kering. Foto
sebentar di tugu Linggarjati trus ngangkot, tarifnya? per kepala kena
goceng brother. Sekitar 15 menit kemudian sampailah kami di pos
pendaftaran. Mang Anto yang saat itu sedang tidur rela bangun untuk
mengurusi izin pendakian kami. Setelah bercengkrama dan pemeriksaan
peralatan pendakian kami pamit untuk segera memulai perjalanan (biaya
izin pendakian: ceban per orang).
03.30 posisi kami masih diketinggian 600 Mdpl. Tapak demi tapak
melenggang menuju Pos Cibunar (sumber air satu-satunya), kondisi masih
gelap dan trek yang dilalui berkontur aspal halus lebih halus dari aspal
ibukota yang katanya banyak di korup makanya aspalnya jelek ky muka
temen gw si Dodi #pissbrother :D.
Tepat adzan subuh kita melebarkan sajadah dan memulai bersujud kepada
Allah. Seusai sholat kami bergegas menyalakan kompor dan mulai memasak.
Sekitar jam 07.00 udah kelar urusan sama perut kami segerakan pergi
takutnya keburu mager. Sebenernya di Musholla itu ada kolam yg ada
ikanya lumayan gede buat bekel makan siang tapi enggak tega, akhirnya
dihiraukan begitu saja. Belom sampe 100 langkah dari Musholla si Aji
digoda sama pendaki cabe-cabean bertato yang penasaran sama bunyi
klonengan kebo yang nempel di carriernya, katanya bunyinya lucu.
Perjalanan Cibunar menuju Condang Amis dengan jalan santai bisa ditempuh
dalam waktu 2.5 jam artinya jam 9.30 kita sampai di Condang Amis.
Setelah mengatur napas lanjut jalan menuju Kuburan Kuda, di tengah
perjalanan hujan turun dengan lebatnya. Dingin dan kelaparan, jam udah
nunjukin lewat jam 12.00 tapi belum keliatan juga itu Kuburan Kuda,
dengan lambung yang isinya cuma angin doang wajar klo letupan kentut
ramai terdengar. Sekitar jam 13.00 alhamdulillah sampai juga di Kuburan,
gelar Flysheet dengan cepat lalu makan siang pake menu ajaib Mie Goreng
dicampur Bubur Instan, sikaat.
Hujan baru berenti sekitar jam 14.30, bersiap berangkat menuju
Pangalap. Di sini trek mulai terjal, kontur tanah becek campur akar-akar
pohon yang mencuat keluar. Tugik (Rangga) sempat mengalami kram kaki di
trek ini syukurlah terpulihkan dengan cepat dengan bantuan salep otot.
15.00 udah sampe di Pangalap, istirahat sebentar terus lanjut ke
Tanjakan Seruni, cuma 40 menit dari Pangalap udah ketemu itu papan nama
Tanjakan Seruni. Konon katanya tanjakan ini bener-bener seru, karena itu
kami menyempatkan diri buat ngambil napas yang dalem sebelum mulai.
Beberapa jam kemudian hingga adzan magrib berkumandang rupanya kami
belum selesai menapaki keseluruhan Tanjakan Seru ini, nafas sudah
terlalu pendek untuk dihirup, karenanya kita istirahat dl dijalan
sebentar sembari ngupi. Setelah itu perjalanan dalam kegelapan dimulai,
sekitar jam 19.00 sampailah kita di papan nama bertuliskan Bapa Tere.
Sumber cahaya yang hanya berasal dari headlamp kita masing-masing
menuntun agar gak kesandung pas lagi jalan, keheningan hutan menemani
menikmati kelelahan kami dalam pendakian. Target kami adalah mencapai
Batu Lingga, tapi harapan iu tak kunjung sampai. Letih sudah sampai
batasnya. Pukul 23.00 sudah hampir terbunuh oleh lelah. Tenda didirikan
dengan buru-buru ditengah jalan, biar saja kami sudah tidak peduli ingin
segera makan dan tidur.
Pagi dini hari (30/3/14), dengan nyawa yang baru terkumpul sedikit
kami bangun 03.30. Re-packing dan sarapan selesai jam 05.00. Kemudian
tanpa membuang waktu segera melanjutkan perjalanan. 05.30 baru kita
temukan papan nama Batu Lingga. Tak lama benar saja kita temukan deretan
batu-batu berejeran membentuk tanjakan. Pukul 06.00 – 07.30
beristirahat di tengah perjalanan. Pendakian kemudian berlanjut terus
sampai Sangga Buana 1 dan 2 kira-kira pada pukul 09.30. Tak membuang
waktu kami terus mendaki hingga sampai ke pos Pengasinan pada pukul
10.30. Setelah puas beristirahat kami melanjutkan perjalanan. Tanjakan
Asoy begitu mereka menyebutnya, tanjakan terakhir sebelum puncak,
sikaaaat. Akhirnya pada pukul 11.15 kami berdiri denngan dengkul gemetar
di puncak tertinggi di Jawa Barat 3078 Mdpl #harubiru.
Setelah puas-puasin berfoto di setiap sudut crater kami bergegas
menuju jalur turun, trek berikutnya adalah jalur Apuy. Perjalanan turun
kami bergegas ke Goa Walet (sumber air dari tetesan goa) untuk nenda,
karena persediaan air kami juga sudah tipis.
Singkat cerita keesokan harinya kami berangkat turun setelah sarapan
dan sholat subuh, sampai pos pendaftaran Apuy sekitar pukul 12.00.
Alhamdulilah.
Pulang menggunakan mobil pick up carteran 50k sampai terminal Maja.
Sambung elf RT 25k sampe leuwing panjang, dan naik bus ke jakarta 40k.
Sampai Jakarta terminal Kp Rambutan hari selasa jam 03.00 dan gw
langsung menuju kantor. Perjalanan yang seru dan sarat pembelajaran
(Keagungan Tuhan). See you soon Linggarjati sepuluhpersen. (rencana kami
mau ndaki bareng ke Double S sindoro sumbing hari kamis ini 17 april
2014)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar