Kamis, 27 November 2014

Pendakian Gunung Kerinci, Perjalanan Panjang Menuju Atap Sumatera

http://ininyata.com/wp-content/uploads/2014/02/gunung-kerinci.jpg http://static.panoramio.com/photos/large/112388018.jpg
Gunung Kerinci adalah gunung tertinggi di Sumatera gunung berapi tertinggi di Indonesia, dan puncak tertinggi di Indonesia di luar Papua Gunung Kerinci terletak di provinsi Sumatera Barat dan Jambi di Pegunungan Bukit Barisan. Gunung ini dikelilingi hutan lebat taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) dan merupakan habitat harimau sumatera dan Badak Sumatera. Puncak Gunung Kerinci berada pada ketinggian 3.805 mdpl, di sini pengunjung dapat melihat di kejauhan membentang pemandangan indah kota Jambi, Padang dan Bengkulu.Bahkan Samudera Hindia yang luas dapat terlihat dengan jelas. Gunung Kerinci memiliki kawah seluas 400 x 120 meter dan berisi air yang berwarna hijau. Di sebelah timur terdapat danau Bento, rawa berair jernih tertinggi di Sumatera. Di belakangnya terdapat gunung tujuh dengan kawah berupa danau yang sangat indah. Gunung Kerinci merupakan gunung berapi bertipe stratovolcano yang masih aktif dan terakhir kali meletus pada tahun 2009. Keindahan panorama yang natural dengan kekayaan flora dan fauna dapat di temui mulai dari dataran rendah hingga puncak gunung Kerinci, tidak hanya untuk dinikmati tetapi sangat baik untuk melakukan penelitian dan pendidikan. Pendakian ke puncak gunung Kerinci memakan waktu dua hari mulai dari Pos Kersik Tuo.
2129338620X310
Jalur pendakian Gunung Kerinci
Here we go..!
Perjalanan dengan sepeda motor sejauh 581 Km harus saya tempuh dengan motor matic kesayangan. Motor yang setia membawa saya menjelajah berbagai tempat. Sepanjang jalan terutama setelah memasuki kabupaten Solok disis jalan pemandangan Danau Singkarak yang luas membentang. Disusul kemudian dengan Danau Kembar yaitu dua buah danau yang juga terlihat disis jalan sewaktu kami memasuki daerah kabupaten Solok Selatan. Tidak berhenti sampai disitu, mata kami dimanjakan kembali dengan panorama indahnya perkebunan teh di solok yang sangat luas berbukit-bukit.  Pemandangan itu menghinoptis saya dan sepeda motor saya. Maksudnya begini, mata dan hati memaksa kami menghentikan sepeda motor untuk sejenak memandang luasnya perkebunan teh yang tampak begitu indah. Jadilah saya hentikan sepeda motor di tepi jalan. Menghirup udara sedalam-dalamnya yang sangat segar ketika memasuki rongga paru-paru. Ternyata perhentian kami ini tepat di depan Gunung Talang yang tampak di kejauhan di belakang kebun teh.

Hari itu senin, 12 agustus 2013. Kami berangkat beranggotakan 4 orang mengendarai 2 buah motor. Saya perkenalkan anggota tim Expedisi Atap Sumatera yaitu, Saya sendiri (Decky), Tobing, Madon dan Denggan. Perjalanan panjang yang kami lalui hingga sampailah kami di tempat tujuan yaitu gunung Kerinci. Sesampainya disana,  hari sudah malam. Dan tempat yang pertama kali saya datangi adalah Tugu Macan yang menjadi semacam ikonik bagi penadaki Kerinci. Malam itu kami memutuskan untuk menginap malam ini di R.10 dengan menggunakan tenda. Itu adalah tempat dimana perizinan pendakian kerinci di urus lebih tepatnya itu adalah kantor TNKS (Taman Nasional Kerinci Seblat).
Pagi tiba, kami bagun dan udara dingin yang dahsyat segera menyerang tubuh. Wajar saja, R.10 berada di ketinggian 1.600 mdpl. Pagi itu kami hanya sarapan Energen. Kemudian kami rencanakan menunda pendakian hingga esok hari. Hari ini kami akan menuju kota Sungai Penuh, menemui teman bernama Aswin yang berasal Kota Padangsidimpuan yang sudah lama bermigrasi dan menetap di Kota Sungai Penuh. 1 jam berlalu hingga sampailah kami di kediaman teman sekampung itu. Setibanya disana sambutan hangat ia berikan dilanjut kemudian dengan mengobrol dan makan siang. Usai makan siang teman itu mengajak kami jalan-jalan ke suatu bukit yang namanya Bukit Kayangan. Katanya dari atas bukit kita dapat melihat jelas panorama Danau Kerinci

Dan betul saja, setibanya kami di puncak bukit dihadapan kami tersaji pemandangan luas membentang danau kerinci. Sembari menyeruput segelas kopi yang di hidangkan oleh warung disana. Take a pictures, buat kenang-kenangan kami lakukan. Mengobrol diselingi candaan dan sesekali terbahak membuat kami lupa waktu bahwa hari sudah mulai sore.
Usai puas dengan semua itu kami pulang ke rumah teman yang tinggal di Sungai Penuh. Terlebih dahulu kami belanja logistik untuk persiapan pendakian esok pagi. Berbagai bahan makanan dan kebutuhan lainnya kami dapatkan. Malam itu kami mulai packing agar besok pagi laangsung berangkat nanjak Kerinci.
Singkat cerita, paginya kami bangun bersiap dan berangkat menuju Kayu Aro. Sempat juga kami singgah di Pasar Kayu Aro untuk sarapan lontong sayur. Setelah itu kami langsung menuju Pintu Rimba dengan menggunakan sepeda motor yang kemudian kai titipkan di rumah seorang kenalan tak jauh dari Tugu Macan.

Kami semua berkumpul tepat di Pintu Rimba gunung Kerinci mengabadikan foto, berdoa dan kemudian bergerak. Langkah kaki pertaman mulai menapaki jalur awal pendakian gunung Kerinci. Jalur masih datar rasa lelah belum terasa hingga tak lama lama kemudian kami sampai di Pos 1. Di sana kami tidak berhenti, berjalan terus sampai POS 2. Pos ini terkenal dengan jalur perlintasan harimau. Disini kami istirahat sebentar sembari ngobrol dengan kawan-kawan pendaki lainnya yang juga sedang istirahat. Enaknya mendaki kerinci itu ya ini, jumpa dengan orang dari berbagai daerah bahkan luar negeri. Kebetulan saat ini kami mendaki saat moment 17 agutusan. Tentu saja pendaki dari berbagai penjuru datang kesini, ke gunung yang menjadi impian para pendaki untuk coba mendakinya.

Cukup istirahat kami lanjutkan lagi menuju Pos 3. Ternyata jarak antara Pos 2 ke Pos 3 itu lumayan jauh dan medan sudah banyak menanjak. Sementara perut sudah mulai lapar karena ini sudah lewat dari jam makan siang. Kami berencana makan siang di Pos 3 sekalian istirahat agak lama disana. Setelah sekian lama berjalan mendaki sampailah kami di Pos 3. Brrr….hawa dingin mulai terasa disini. Jacket tebal dan sarung tangan pun segera saya kenakan untuk menghalau dingin ini. Sembari makan siang dengan lauk alakadarnya. Usai makan istirahat sambil menghisap sebatang rokok kami packing dan segera menuju Shelter 1.

Hawa dingin, sedikit kabut, tanjakan terjal dan licin kami lalui. Untuk sampi ke Shelter 1 jaraknya sangat jauh. Tidak seperti jarak antar ketiga buah Pos yang kami lalui sebelumnya. Di shelter 1 kami hanya berhenti untuk istirahat sejenak. Mengumpulkan tenaga yang mulai terserap banyak.
Selanjutnya kami bergerak lagi menuju tempat peristirahatan berikutnya. Karena tenaga yang mulai terkuras kami kembali memutuskan istirahat lagi. Kali ini kami istirahat sembari memanaskan air untuk ngopi. Mengingat hawa dingin yang mulai terasa sejak kami berada di Pos 3. Kopi panas dan biskuit kami rasa cocok untuk melawan dingin dan rasa lapar.
Setelah itu kami lanjutkan lagi perjalanan menuju shelter 2. Kami tiba shekter 2 ketika senja mulai tiba. Hilangnya sinar mentari membuat dingin semakin terasa. Segala perlengkapan yang kami bawa untuk melawan dingin pun kami kenakan antara lain, baju 2 lapis, Jacket, Sarung tangan, Celana 2 lapis, kupluk tebal, senter dll. Walau begitu hawa dingin tetap terasa.
Dari shelter 2 menuju shelter 3 kami berjalan menanjak melawati rute yang berupa terowongan panjang nan terjal. Sesekali tangan menyentuh dinding terowongan serasa menyentuh es. Ya, amat sangat dingin. Ujung jari tangan saya sampai mati rasa. Hanya cahaya head lamp lah yang menjadi penerang kami menerobos terowongan panjang, terjal dan lembab itu. Sepintas terbesit dalam pikiran saya tentang video tentang pendaki yang tewas di kerinci yang saya dapatkan dari teman sesama pendaki. Semak belukar yang ada disisi terowongan sangat mirip dengan tempat penemuan mayat pendaki di video saya tonton. Saya menduga inilah lokasi yang ada di video itu. Hmm…bulu kuduk sedikit merinding mengingat dugaan ini. Dalam hati saya berdoa kepada Allah agar kami semua di jauhkan dari marabahaya dan kembali dengan selamat. Alhamdulillah doa saya di jabah oleh Allah SWT saya kembali dengan selamat dari pendakian Kerinci dan dapat bercerita kisah petualangan saya di blog ini.
Memang saya sadari sepenuhnya, mendaki gunung itu beresiko tinggi dan sangat dekat dengan marabahaya. Itulah sebabnya setiap saya hendak mendaki gunung saya selalu niat baik da lam hati, berdoa minta perlindungan pada Allah dan berhati-hati. Sudah banyak pendaki yang menjadi korban di gunung.
Kembali ke topik, tujuan kami saat ini adalah menuju shelter 3. Dimana itu adalah shelter terakhir di ketinggian 3.320 mdpl. Tempat dimana pendaki mendirikan tenda terakhir dan persiapan akhir summit attack. Setibanya.kai di shelter 3 kami segera mencari lokasi untuk mendirikan tenda. Tapi ternyata sangat sulit mencari tempat mendirikan tenda karena disini sudah berdiri puluhan tenda pendaki lain yang telah tiba sebelumnya. Setelah mencari kesana kemari akhirnya kami dapatkan lokasi yag cukup bagus. Terletak di lereng sebuah punggungan, sehingga terpaan angin tidak terlalu kencang karena angin telah terlebih dahulu membentur puncak punggungan. Jadilah kami mendirikan tenda untuk tempat bermalam, beristirahat dan perlindungan dari cuaca buruk di luar. Sebelum tidur kami memasak untuk makan malam. Usai makan makan kami semua tidur untuk memulihkan dan mengumpulkan tenaga. Esok subuh kami akan melakukan Summit Attack atau mendaki ke puncak tertinggi gunung Kerinci.
Sebenarnya yang terberat mendaki gunung bagi saya adalah saat summit attack. Dimana kita harus mendorong diri dan kemampuan fisik yang mulai melemah  untuk sampai ke puncak dimana medan terjal berbatu, pasir, abu yang beterbangan dan dingin yang amat menusuk. Apalagi kerinci ini adalah gunung berapi tertinggi di Indonesia. Sudah pasti dinginnya extrem.
Pagi hari kami bangun agak terlambat. Yang tadinya rencana bangun pukul 4 kami bangun pukul 4:30. Jujur saja disubuh itu saya sangat malas bangun karena dingin yang menusuk sampai ketulang. Semangat saya timbul setelah mengingat pencapaian saya yang susah sejauh ini. Segera saya packing membawa apa yang di butuhkan saat menuju puncak.
Summit Attack Atap Sumatera
Mulai berjalan menjauhi tenda dengan langkah yang awalnya dengan semangat 45 dihantam hembusan angin kencang yang membuat dingin semakin extem saja. Sewaktu saya melihat ke arah puncak, tampak cahaya senter berbaris bagi ular meliuk-liuk. Itu adalah pendaki-pendaki lain yang sedang berjalan perlahan menuju puncak, Kami berlima awalnya berjalan beriringan lambat laun mulai pecah. Ya begitulah keadaanya, kondisi fisik saat itu tidaklah sama. Namun kami sudah sepakat untuk saling menunggu di puncak. Sungguh extrem jalur ke puncak ini, kami berjalan di lereng bebatuan dan pasir yang membuat sepatu kadang terbenam sehingga sulit berjalan. Di tambah bila angin berhembus kencang abu dan pasir berterbangan sehingga kadang masuk ke mata dan menganggu pernapasan. Bila terjadi hal begini saya segera berhenti menunduk atau bila disekitar saya ada celah atau batuan besar saya bersembunyi di balik batu atau masuk kedalam celah. Oh…baru gunung kerinci inilah saya mengalami hal semacam ini. Benar-benar gunung yang susah untuk di daki, butuh semangat dan keinginan kuat untuk bisa melewati rintangan yang ada.
Puncak Kerinci bocah rimbaJalur pendakian menuju puncak dengan tanjakan yang sangat  terjal
Sekitar satu jam saya berjalan tibalah di Tugu Yudha, berupa dataran luas padang pasir terletak persis di bawah puncak gunung kerinci. Tugu Yudha ini sangat terkenal dengan ceritanya. Dari cerita yang saya dengar, dahulu (lupa tahun berapa). Ada pendaki bernama Yudha yang mendaki gunung kerinci bersama adiknya. Mereka camp di shekter 3 sebelum ke puncak. Nah ketika mau ke puncak ternyata kabut tebal menyelimuti yang membuat jaur tidak kelihatan. Pendaki lain mengingatkan agar menunda pejalanan ke puncak, namun dia tetap ngotot dan nekat menembus kabut tebal tersebut. Hal yang terjadi berikutnya dia hilang bahkan jasadnya tak ditemukan sampai sekarang. Ada yang mengatakan Yudha adalah anak seorang Perwira tinggi TNI. Oleh sebab itu banyak personil TNI yang ikut dalam pencariannya. Namun tetap tidak membuahkan hasil. Untuk mengenang beliau maka tepat di bawah puncak utama kerinci didirikan sebuah tugu yag di beri nama Tugu Yudha. Setiap pendaki kerinci pasti melewati tugu ini bila hendak ke puncak kerinci. Kita doakan saja agar almarhum tenang di alam sana dan diterima Allah amal dan ibadahnya. Amin.
Di tugu Yudha ini saya sempat berhenti karena sesuatu yang menghipnotis mata. Ya…langit jingga kemerahan pertanda sang fajar telah tiba. Di bawahnya samar terlihat bulatan putih. Itulah Danau Gunung Tujuh. Subhanallah…pemandangan yang sangat indah. Tampak jelas garis horizon dari ketinggian ini. Sungguh sempurna lukisan alam di hadapan saya ini. Disini saya tidak berhenti lama karena saya sendirian sementara teman-teman saya lainnya sudah di depan. Yang saya takutkan bila berhenti terlalu lama malah kena hipotermia karena di ketinggian ini semakin dingin. Saya harus tetap bergerak agar suhu tubuh saya tetap stabil.Puncak Kerinci bocah rimbaSunrise yang sangat indah di waktu fajar, di kejauhan tampak Danau gunung Tujuh
Lepas dari tugu Yudha kini saya hanya harus menaiki satu tanjakan panjang lagi untuk sampai di puncak. Medannya berupa tanjalan terjal berpasir dan berbatu. Sangat sulit berjalan di medan seperti ini. Kadang kita hanya berjalan di tempat karena pijakan pada pasir yabg melorot, meluncur kembali ke bawah. Disini bukan hanya kaki yang bekerja, tangan juga. Yah, agar langkah tidak melorot lagi tangan harus mencengkram kuat batu yang dinginnya bagaikan mencengkram Es batu. Kalau begini bukan lagi mendaki gunung namanya, tapi manjat gunung.haha :D
Tenaga saya sudah terkuras habis disini, saya hampir saja putus asa dan merasa tidak saggup lagi melanjutkan perjalanan ini. Di celah 2 buah batu saya berhenti mengumpukan tenaga dan berpikir menimbang-nimbang mau melanjutkan sampai ke puncak atau tidak. Pikiran-pikiran itu berkecamuk hebat dalam otak saya. Disatu sisi saya berpikir mungkin hanya disni batas kemampuan saya, disisi lain ini tujuan utama saya datang jauh-jauh mengendarai sepeda motor dari Sumatera Utara ke Jambi ratusan kilometer. Bodoh bila saya menyerah ! Di hadapan saya banyak pendaki-pendaki yang menyapa saya, obrolan singkat kami mengatakan bahwa mereka turun karena tidak sanggup lagi ke puncak. Baru saya sadari bahwa saya tidak sendiri dalam kondisi ini.
Akhirnya setelah berpikir panjang dan hampir menitikan air mata. Saya tekatkan lagi berjalan menuju puncak !!! Saya mengubah strategi, berjalan perlahan namun pasti. Dalam artian berjalan dengan langkah pendek agar tidak terlalu banyak menghabiskan tenaga, namun tetap bergerak. Tapi tetap saja, tenaga saya memang sudah terkuras habis. Kaki ini terasa sagat berat untuk dilangkahkan. Namun tekad sudah saya tetapkan, harus terus mendorong batas kemampuan sampai puncak. Satu pikiran yang membuat saya semangat waktu itu adalah, akan berdiri di Puncak Tertinggi Sumatera, Gunung berapi tertinggi di Indonesia. Gunung impian saya 2 tahun lalu, dan saat ini sedikit lagi saya sampai ke uncak impian itu. Perlahan namun pasti saya langkahkan kaki ini, menapaki terjalnya medan pendakian menuju puncak.
2013-08-16 09.53.15Untuk sampai ke puncak harus berjalan di celah tanah seperti ini agar terhindar dari terpaan angin kencang
Setelah melalui perjuagan panjang dan pergulatan batin disisa-sisa akhir tenaga saya. Ada satu orang pendaki yang baru turun dari puncak yang mengatakan puncak sudah di depan mata saya. Perkataan itu membuat semangat saya bagkit lagi. Segera saya percepat langkah dan tibalah saya di suatu dataran yang tidak lebar, inilah dia puncak Gunung Kerinci !!!
Alhamdulillah, Allahu akbar !!! itulah kata pertama yang keluar dari mulut saya ketika sampai di puncak. Segera saya berlari menuju kawan-kawan saya dan memeluk mereka satu persatu.

Puncak kerinci ini berbeda dari puncak-puncak gunung yang pernah saya pijak. Puncaknya sangat sempit, langsung berhadapan dengan kawahnya yang sangat besar dan sisi lain jurang yang sangat dalam. Setiap waktu kawah memuntahkan asap belerang yang baunya memabukkan. Saya sempat melihat kedalam kawah yang sangat dalam, ternyata di dasar kawah tampak memerah itulah magma/lava gunung berapi. Cukup ngeri melihat kedasar kawah itu.

Dan sewatu memandang ke sekitar, luar biasa. Danau gunung tujuh tampak jelas dan indah dari sini. Langit sangat biru cerah waktu itu. Gumpalan awan berlapis-lapis di bawah kami. Luar biasa kami berdiri di ketinggian 3.805 meter. Sepertinya tepat bila ini dinamakan ‘Negeri di Atas Awan’ karena memamng posisi kami berdiri saat ini lebih tinggi dari gumpalan awan. Sungguh beruntung saya mendapat kesempatan berdiri di puncak kerinci ini, pengalaman yang tidak semua orang bisa mengalaminya. Suatu kebanggan atas keberhasilan dari perjuangan panjang.

Di puncak Gunung Tertinggi Pulau Sumatera ini saya sangat terharu mengingat perjuangan saya untuk sampai disini. Teringat sewaktu menabung rupiah demi rupiah, perjalan panjang yang saya tempuh dengan sepeda motor, perjuagan yang menguras tenaga sewatu mendaki hingga sampau puncak. Itu semua untuk mewujudkan impian 2 tahun lalu bisa sampai kesini. Gunung impian para pendaki.
Seorang pendaki senior asal jawa yang saya temui sewatu mendaki kemarin mengatakan track kerinci ini sangat berat. Beliau mengatakan tidak pernah menjumpai track seberat dan sekomplit ini pada gunung-gunung di jawa.  Bahkan beliau juga mengatakan gunung Semeru yang sangat terkenal di jawa pun relarif lebih gampang di daki ketimbang Kerinci. Ntahlah pernyataan beliau itu benar atau tidak. Yang jelas saya merasakan track gunung Kerinci ini memeng sangat berat

Setelah mengabadikan momen istimewa tersebut ke dalam kamera untuk kenangan, kami bergegas turun karena asap belerang mulai menebal dan arah angin juga telah mengarah tepat ke puncak. Menurut info yang saya dapatkan, karakteristik gunung Kerinci memang begitu. Semakin siang asap belerang dari kawah semakin tebal. Sehingga waktu ideal untuk tiba di puncak sebelum jam 8 pagi. Kami cuma sekitar 20 menitan di puncak untuk menimati pemndangan dan merasakan berdiri di Puncak Tertinggi Sumatera. Sebenarnya saya masih belun puas di puncak, masih ingin berlama-lama melihat pemandangan yang sangat-sangat indah tersebut. Tapi semakin siang asap belerang dari kawah gunung semakin tebal sehingga sulit untuk bernafas. DSCN1329Danau Gunung Tujuh di potret dari puncak Kerinci
Bila sewaktu mendaki kami butuhkan waktu lebih dari  1 jam dari Tugu yudha. Saat turun kami cuma habiskan waktu sekitar 20 menitan hingga tiba di Tugu Yudha. Kaki pun mulai melangkah turun. Buat masalah turun gunung itu adalah bagian yang saya sukai. Karena saya bisa meluncur di pasir untuk turun. Tak sampai setengah jam kami sampai di Tugu Yudha. Sampai di Tugu yudha kami tidak langsung turun ke arah base camp Shekter 3. Kami  berbelok ke arah kanan dari jalur puncak, berencana akan melihat taman edelweiss yang katanya ada di lereng sebelah barat Tugu Yudha. Ternyata Tugu Yudha ini sangat luas membentang, bagai gurun pasir. Saya tidak melihat adanya tumbuhan disni, hanya hamparan pasir luas dan tumpukan bebatuan. Angin disini sangat kuat sampai-sampai kami jalan dengan tubuh yang miring karena diterpa angin kencang dari sisi samping. Terkadang  kami harus berhenti berjalan atau berpegang pada bebatuan besar saat ada hembusan angin yang cukup kencang dari aarah puncak. Baru kali ini saya mengalami hal semacam ini di gunung.  Sangat banyak pengalaman baru yang saya dapatkan di gunung Kerinci ini, ini semua adalah pengalaman berharga yang mungkin tak akan terlupakan seumur hidup saya.
Cukup lama kami menghabiskan waktu di hamparan pasir yang luas ini. Hingga sampilah kami di titik ujung dataran berupa tebing curam berupa jurang yang sangat dalam. Menurut informasi yang kami dapatkan di lereng dan dasar jurang inilah polulsi bunga Edeleweiss berada. Saya sangat penasaran ingin melihat secara langsung Edelweiss berwarna ungu ini karena belum pernah lihat secara langsung. Namun apa lacur, melihat kedalam jurang saja sudah membuat nyali ciut. Sangat terjal dan dalam dan samar terlihat vegetasi tumbuhan perdu. Saya tidak melihat adanya ciri-ciri bunga edelweiss disana. Ntah informasi yang kami dapatkan salah atau memang mata kami yang kurang jeli melihatnya. Menimbang-nimbang faktor semacam itu kamu urungkan niat untuk turun ke bawah. Dan memutuskan kembali ke Tugu Yudha yang artinya kami harus melewati hamparan pasir yang luas berbukit kecil serta terpaan angin yang kuat. Yang sata rasakan saat itu panas dingin. Ya…dingin karena terpaan angin kencang dan cuaca gunung yang memang dingin, juga karena panas dari sinar mentari yang mulai terang dan meninggi.
Singkat cerita sampailah kami di tugu yudha. Tepatnya di salah satu tugu peringatan berupa tumpukan batuberbentuk seperti kuburan. Ini sengaja di buat untuk mengenang mereka para pendaki Kerinci yang menemui ajalnya di gunung. Salah satunya adalah milik almarhum Yudha yang saat ini namanya di abadikan di salah satu tempat di gunung Kerinci.
Puncak Kerinci bocah rimbaTugu Yudha, terletak tepat di bawah puncak utama gunung Kerinci
Disana kami beristirhat di depan sebuah batu besar menghadap ke arah Shelter 3. Wow…pemandangan dari sini pun tak kalah indahnya. dari sini kami dapat melihat Danau Gunung Tujuh, Danau Belibis, puluhan tenda berwarna warni yang berdiri di sehelter 3 dan juga hamparan kebun teh Kau Aro yang luas membentang. Danau Kerinci juga nampak di kejauhan dengan latar belakang Gunung Raya. Sebuah pemndangan yang sangat menyejukan mata yang tak semua orang dapat merasakannya.
 Puncak Kerinci bocah rimbaPuluhan tenda beraneka warna tampak di Shelter 3
Puas dengan semua itu kami lanjutkan perjalanan turun meuju base camp di shelter 3. Langkah kaki terasa ringan tidak seperti waktu mendaki. Kendala yang kami hadapi saat turun kadang sepatu terbenam terlalu dalam di pasir. Untunglah saat itu saya pakai gaiter sehingga pasir dan batu kerikil tidak masuk kedalam sepatu saya. Terus berjalan hingga sampailah kami di tenda tempat kami menginap tadi malam. Sesampainya di tenda kami istirahat sebentar dan masak untuk makan siang. Di pendakian kali ini kami membawa 14 liter air. sengaja kami bawa airsebanyak itu untuk antisipasi bila sumber-sumber air di gunung habis mengingat pendakian ini saat momen 17an sehingga ratusan pendaki berbondong-bondong mendaki gunung Kerinci. Alhamdulillah…dengan persedian air sebanyak itu, selama di gunung kami tidak kekurangan air lagi.
 Masak sudah, kini saatnyabersantap siang. Hmm…dengan rasa lapar seperti ini menu sederhana berupa mie instan, sarden dan sambal kering teri kacang sisa kemairn di santap habis. Setelah makan kami sambung lagi dengan minum energen. pulihlah sudah tenaga, kembalilah sudah kalori yang kami keluarkan. Kami merencanakan turun ke bawah jam 1 siang dengan asumsi tiba di bawah sebelum maghrib. Sementara saat ini jam masih menunjukan pukul 10.30 pagi. Hmm…segera saja kami manfaatkan jeda waktu yangada untuk tidur. Memulihkan tenaga agar kondisi badan fit saat turun  tadi.
Tidur sebentar namun nyenyak karena kecapean, akhirnya kami bangun segera packing dan bersiap untuk turun. Tidak lupa pula kami bersihkan sampah sisa bekas kami untuk di bawa turun. Sebagai pecinta alam sudah seharusnya dan kewajiban untuk membawa turun sampah saat di gunung. Perlahan kami mulai berjalan menuruni gunung Kerinci yang tadi pagi telah kami gapai puncaknya. Bertegur sapa dengan pendaki-pendaki lainnya yang baru tiba ataupun masih menetap di shelter 3.
Nah ini dia bagian yang seru, ntah karena kami kelebihan tenaga atau karena kondisi badan yang fit kami turuni gunung dengan gaya free style. Maksudnya kami turun dengan langkah cepat dan bergelantungan di dahan-dahan pohon di pinggir jalur pendakian. Dan saat berjumpa dengan pendaki yang dtang dari arah bawah, kami ambil jalan lain menerobos semak di pinggir jalur pendakian. Atau berhenti meminggir saat jalan terlalu sempit jika berpapasan pendaki yang sedang naik dengan nafas ngosngosan dan peluh membanjiri muka. Keadaan yang persis seperti kami kemarin saat sedang menanjak. Di shelter 2 kami berhenti karena teman kami yang namanya Tobing mengajak istirahat. Setelah istirahat sebentar kami lanjutkan lagi perjalanan dengan langkah cepat, lambat laun teman kami Tobing sudah tidak kelihatan. Sepertinya dia memperlambat langkah hingga tertinggal jauh dari kami. Akhirnya kami putuskan untuk menunggu dia di sebuah tempat yang cukup lapang tepat di pinggir jalur. 30 menit berlalu dia belum juga muncul, sementara kami mulai jenuh menunggu dia yang tak jua datang. Ketika di hubungi ke handphonenya dia mengatakan tetap jalan namun jalnnya pelan dan di a menyuruh kami untuk jalan duluan.
Kami pun melajutkan lagi perjalanan setelah mendapat kabar dari dia. Turun gunung ala free style masih kami kami lanjutkan hingga bertemu rombongan yang melintas turun saat kami menunggu teman kami. salah seorang rombongan tersebut dengan bercanda mengatakan “wah..kalau begini caranya, 5 menit sudah sampai bawah” .haha :D kami hanya tertawa mendengar perkataan itu. Usai berbasa-basi dengan beliu kami pamit untuk melanjutkan lagi perjalanan turun. Shelter demi shelter kami lalui, pos demi pos kami laui hingga akhirnya kami tiba di pos 1. Disini rasa dahaga dan kering di tenggorokan sangat terasa. Sementara persediaan air kami telah habis total. Untung saja dengan jurus babibu dan sedikit rayuan teman saya yang biasa di panggil Galag Lowbat mendapatkan 1 botol penuh dari pendaki yang membawa air terlalu bany ak. Alhamdulilah, akhirnya rasa dahaga ini terpuaskan saat tegukan air melewati tenggorakan.
Di Pos 1 ini kami coba menghubungi teman kami Tobing yang ada di belakang. namun handphonenya tidak dapat di hubungi. Kami menduga saat ini dia berada di tempat yang tidak ada sinyal handphonenya. Setelah berunding kami memutuskan menunggu dia di Pintu Rimba. Kami tiba di Pintu Rimba sekitar pukul 17 lewat. Disana sudah menunggu teman saya yang bernama Aswin datang untuk menjemput kami. Karena bila berjalan kaki menuju Simpang Tugu Macan sangat jauh, kan lumayan tuh dapat tumpangan. Sembari menunggu Tobing sampi kebawah saya, Madon dan Aswin naik sepeda motor berbonceng 3 dengan maksud mengambil sepeda motor kami yang di titipkan di rumah teman Aswin yang terletak tidak jauh dari Tugu Macan.
Singkat cerita, kami mengunjungi lagi rumah teman Aswin yang dititipi sepeda motor tadi. Hingga teman kami Tobing datang dan berkumpul kembali di rumah teman Aswin. Disana kami di jamu dengan makanan dan minuman dan akhirnya makan besar. Hmmm….ini dia bagian yang nikmat, setalah capek habis mendaki gunug kini di jamu makan amalam oleh tuan rumah yang amat baik. Beliau ini adalah teman kuliah Aswin, salah satu dari orang dari suku Jawa yang nenek myangnya dulu di datangkan dari tanah jawa untuk bekrja di perkebunan teh Kayu Aro. Memang, dimanapun kita berada selalu ada orang baik bertemu dengan kita. Usai bercerita panjang lebar dan badan yang mulai terasa gatal kami akhirnya undur diri untuk pamit ke tuan rumah untuk melanjutkan perjalanan kembali ke kota Sungai Penuh, yaitu kerumah Aswin.
Alhamdulilah, satu petualangan baru telah saya lakukan untuk menambah daftar temat-tempat eksotis yang pernah saya datangi. salah satunya ini, Gunung Kerinci. Sebuah gunung yang amat besar, gunung berapai tertinggi di Indonesia yang merupakan atap/puncak tertinggi pulau Sumatera. Akhirnya saya berhasil sampai kesini dan Terima Kasih Alhamdulillah saya ucapkan kepada Allah SWT yang telah menginjinkan saya menikmati salah satu alam indah ciptaanNya.
Oke, sepertinya sampai disni dulu saya bercerita tentang petualnagan saya mendaki gunung Kerinci berketinggian 3.805 meter. Namun cerita saya menjelajahi kabupaten Kerinci, Jambi ini belum usai. Usai sukses pendakian gunung Kerinci ini saya melanjutkan pendakian ke Gunung Tujuh, dimana ada sebuah danau yang katanya tertinngi diAsia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar