Gunung Kerinci adalah gunung tertinggi di
Sumatera gunung berapi tertinggi di Indonesia, dan puncak tertinggi di
Indonesia di luar Papua Gunung Kerinci terletak di provinsi Sumatera
Barat dan Jambi di Pegunungan Bukit Barisan. Gunung ini dikelilingi
hutan lebat taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) dan merupakan habitat
harimau sumatera dan Badak Sumatera. Puncak Gunung Kerinci berada pada
ketinggian 3.805 mdpl, di sini pengunjung dapat melihat di kejauhan
membentang pemandangan indah kota Jambi, Padang dan Bengkulu.Bahkan
Samudera Hindia yang luas dapat terlihat dengan jelas. Gunung Kerinci
memiliki kawah seluas 400 x 120 meter dan berisi air yang berwarna
hijau. Di sebelah timur terdapat danau Bento, rawa berair jernih
tertinggi di Sumatera. Di belakangnya terdapat gunung tujuh dengan kawah
berupa danau yang sangat indah. Gunung Kerinci merupakan gunung berapi
bertipe stratovolcano yang masih aktif dan terakhir kali meletus pada
tahun 2009. Keindahan panorama yang natural dengan kekayaan flora dan
fauna dapat di temui mulai dari dataran rendah hingga puncak gunung
Kerinci, tidak hanya untuk dinikmati tetapi sangat baik untuk melakukan
penelitian dan pendidikan. Pendakian ke puncak gunung Kerinci memakan
waktu dua hari mulai dari Pos Kersik Tuo.
Jalur pendakian Gunung Kerinci
Here we go..!
Perjalanan dengan sepeda motor sejauh 581 Km
harus saya tempuh dengan motor matic kesayangan. Motor yang setia
membawa saya menjelajah berbagai tempat. Sepanjang jalan terutama
setelah memasuki kabupaten Solok disis jalan pemandangan Danau Singkarak
yang luas membentang. Disusul kemudian dengan Danau Kembar yaitu dua
buah danau yang juga terlihat disis jalan sewaktu kami memasuki daerah
kabupaten Solok Selatan. Tidak berhenti sampai disitu, mata kami
dimanjakan kembali dengan panorama indahnya perkebunan teh di solok yang
sangat luas berbukit-bukit. Pemandangan itu menghinoptis saya dan
sepeda motor saya. Maksudnya begini, mata dan hati memaksa kami
menghentikan sepeda motor untuk sejenak memandang luasnya perkebunan teh
yang tampak begitu indah. Jadilah saya hentikan sepeda motor di tepi
jalan. Menghirup udara sedalam-dalamnya yang sangat segar ketika
memasuki rongga paru-paru. Ternyata perhentian kami ini tepat di depan
Gunung Talang yang tampak di kejauhan di belakang kebun teh.
Hari itu senin, 12 agustus 2013. Kami
berangkat beranggotakan 4 orang mengendarai 2 buah motor. Saya
perkenalkan anggota tim Expedisi Atap Sumatera yaitu, Saya sendiri
(Decky), Tobing, Madon dan Denggan. Perjalanan panjang yang kami lalui
hingga sampailah kami di tempat tujuan yaitu gunung Kerinci. Sesampainya
disana, hari sudah malam. Dan tempat yang pertama kali saya datangi
adalah Tugu Macan yang menjadi semacam ikonik bagi penadaki Kerinci.
Malam itu kami memutuskan untuk menginap malam ini di R.10 dengan
menggunakan tenda. Itu adalah tempat dimana perizinan pendakian kerinci
di urus lebih tepatnya itu adalah kantor TNKS (Taman Nasional Kerinci
Seblat).
Pagi tiba, kami bagun dan udara dingin yang
dahsyat segera menyerang tubuh. Wajar saja, R.10 berada di ketinggian
1.600 mdpl. Pagi itu kami hanya sarapan Energen. Kemudian kami
rencanakan menunda pendakian hingga esok hari. Hari ini kami akan menuju
kota Sungai Penuh, menemui teman bernama Aswin yang berasal Kota
Padangsidimpuan yang sudah lama bermigrasi dan menetap di Kota Sungai
Penuh. 1 jam berlalu hingga sampailah kami di kediaman teman sekampung
itu. Setibanya disana sambutan hangat ia berikan dilanjut kemudian
dengan mengobrol dan makan siang. Usai makan siang teman itu mengajak
kami jalan-jalan ke suatu bukit yang namanya Bukit Kayangan. Katanya
dari atas bukit kita dapat melihat jelas panorama Danau Kerinci
Dan betul saja, setibanya kami di puncak
bukit dihadapan kami tersaji pemandangan luas membentang danau kerinci.
Sembari menyeruput segelas kopi yang di hidangkan oleh warung disana.
Take a pictures, buat kenang-kenangan kami lakukan. Mengobrol diselingi
candaan dan sesekali terbahak membuat kami lupa waktu bahwa hari sudah
mulai sore.
Usai puas dengan semua itu kami pulang ke
rumah teman yang tinggal di Sungai Penuh. Terlebih dahulu kami belanja
logistik untuk persiapan pendakian esok pagi. Berbagai bahan makanan dan
kebutuhan lainnya kami dapatkan. Malam itu kami mulai packing agar
besok pagi laangsung berangkat nanjak Kerinci.
Singkat cerita, paginya kami bangun bersiap
dan berangkat menuju Kayu Aro. Sempat juga kami singgah di Pasar Kayu
Aro untuk sarapan lontong sayur. Setelah itu kami langsung menuju Pintu
Rimba dengan menggunakan sepeda motor yang kemudian kai titipkan di
rumah seorang kenalan tak jauh dari Tugu Macan.
Kami semua berkumpul tepat di Pintu Rimba gunung Kerinci mengabadikan
foto, berdoa dan kemudian bergerak. Langkah kaki pertaman mulai menapaki
jalur awal pendakian gunung Kerinci. Jalur masih datar rasa lelah belum
terasa hingga tak lama lama kemudian kami sampai di Pos 1. Di sana kami
tidak berhenti, berjalan terus sampai POS 2. Pos ini terkenal dengan
jalur perlintasan harimau. Disini kami istirahat sebentar sembari
ngobrol dengan kawan-kawan pendaki lainnya yang juga sedang istirahat.
Enaknya mendaki kerinci itu ya ini, jumpa dengan orang dari berbagai
daerah bahkan luar negeri. Kebetulan saat ini kami mendaki saat moment
17 agutusan. Tentu saja pendaki dari berbagai penjuru datang kesini, ke
gunung yang menjadi impian para pendaki untuk coba mendakinya.
Cukup istirahat kami lanjutkan lagi menuju Pos 3. Ternyata jarak antara
Pos 2 ke Pos 3 itu lumayan jauh dan medan sudah banyak menanjak.
Sementara perut sudah mulai lapar karena ini sudah lewat dari jam makan
siang. Kami berencana makan siang di Pos 3 sekalian istirahat agak lama
disana. Setelah sekian lama berjalan mendaki sampailah kami di Pos 3.
Brrr….hawa dingin mulai terasa disini. Jacket tebal dan sarung tangan
pun segera saya kenakan untuk menghalau dingin ini. Sembari makan siang
dengan lauk alakadarnya. Usai makan istirahat sambil menghisap sebatang
rokok kami packing dan segera menuju Shelter 1.
Selanjutnya kami bergerak lagi menuju tempat
peristirahatan berikutnya. Karena tenaga yang mulai terkuras kami
kembali memutuskan istirahat lagi. Kali ini kami istirahat sembari
memanaskan air untuk ngopi. Mengingat hawa dingin yang mulai terasa
sejak kami berada di Pos 3. Kopi panas dan biskuit kami rasa cocok untuk
melawan dingin dan rasa lapar.
Setelah itu kami lanjutkan lagi perjalanan
menuju shelter 2. Kami tiba shekter 2 ketika senja mulai tiba. Hilangnya
sinar mentari membuat dingin semakin terasa. Segala perlengkapan yang
kami bawa untuk melawan dingin pun kami kenakan antara lain, baju 2
lapis, Jacket, Sarung tangan, Celana 2 lapis, kupluk tebal, senter dll.
Walau begitu hawa dingin tetap terasa.
Dari shelter 2 menuju shelter 3 kami
berjalan menanjak melawati rute yang berupa terowongan panjang nan
terjal. Sesekali tangan menyentuh dinding terowongan serasa menyentuh
es. Ya, amat sangat dingin. Ujung jari tangan saya sampai mati rasa.
Hanya cahaya head lamp lah yang menjadi penerang kami menerobos
terowongan panjang, terjal dan lembab itu. Sepintas terbesit dalam
pikiran saya tentang video tentang pendaki yang tewas di kerinci yang
saya dapatkan dari teman sesama pendaki. Semak belukar yang ada disisi
terowongan sangat mirip dengan tempat penemuan mayat pendaki di video
saya tonton. Saya menduga inilah lokasi yang ada di video itu. Hmm…bulu
kuduk sedikit merinding mengingat dugaan ini. Dalam hati saya berdoa
kepada Allah agar kami semua di jauhkan dari marabahaya dan kembali
dengan selamat. Alhamdulillah doa saya di jabah oleh Allah SWT saya
kembali dengan selamat dari pendakian Kerinci dan dapat bercerita kisah
petualangan saya di blog ini.
Memang saya sadari sepenuhnya, mendaki
gunung itu beresiko tinggi dan sangat dekat dengan marabahaya. Itulah
sebabnya setiap saya hendak mendaki gunung saya selalu niat baik da lam
hati, berdoa minta perlindungan pada Allah dan berhati-hati. Sudah
banyak pendaki yang menjadi korban di gunung.
Kembali ke topik, tujuan kami saat ini
adalah menuju shelter 3. Dimana itu adalah shelter terakhir di
ketinggian 3.320 mdpl. Tempat dimana pendaki mendirikan tenda terakhir
dan persiapan akhir summit attack. Setibanya.kai
di shelter 3 kami segera mencari lokasi untuk mendirikan tenda. Tapi
ternyata sangat sulit mencari tempat mendirikan tenda karena disini
sudah berdiri puluhan tenda pendaki lain yang telah tiba sebelumnya.
Setelah mencari kesana kemari akhirnya kami dapatkan lokasi yag cukup
bagus. Terletak di lereng sebuah punggungan, sehingga terpaan angin
tidak terlalu kencang karena angin telah terlebih dahulu membentur
puncak punggungan. Jadilah kami mendirikan tenda untuk tempat bermalam,
beristirahat dan perlindungan dari cuaca buruk di luar. Sebelum tidur
kami memasak untuk makan malam. Usai makan makan kami semua tidur untuk
memulihkan dan mengumpulkan tenaga. Esok subuh kami akan melakukan
Summit Attack atau mendaki ke puncak tertinggi gunung Kerinci.
Sebenarnya yang terberat mendaki gunung bagi
saya adalah saat summit attack. Dimana kita harus mendorong diri dan
kemampuan fisik yang mulai melemah untuk sampai ke puncak dimana medan
terjal berbatu, pasir, abu yang beterbangan dan dingin yang amat
menusuk. Apalagi kerinci ini adalah gunung berapi tertinggi di
Indonesia. Sudah pasti dinginnya extrem.
Pagi hari kami bangun agak terlambat. Yang
tadinya rencana bangun pukul 4 kami bangun pukul 4:30. Jujur saja
disubuh itu saya sangat malas bangun karena dingin yang menusuk sampai
ketulang. Semangat saya timbul setelah mengingat pencapaian saya yang
susah sejauh ini. Segera saya packing membawa apa yang di butuhkan saat
menuju puncak.
Summit Attack Atap Sumatera
Mulai berjalan menjauhi tenda dengan langkah yang awalnya dengan
semangat 45 dihantam hembusan angin kencang yang membuat dingin semakin
extem saja. Sewaktu saya melihat ke arah puncak, tampak cahaya senter
berbaris bagi ular meliuk-liuk. Itu adalah pendaki-pendaki lain yang
sedang berjalan perlahan menuju puncak, Kami berlima awalnya berjalan
beriringan lambat laun mulai pecah. Ya begitulah keadaanya, kondisi
fisik saat itu tidaklah sama. Namun kami sudah sepakat untuk saling
menunggu di puncak. Sungguh extrem jalur ke puncak ini, kami berjalan di
lereng bebatuan dan pasir yang membuat sepatu kadang terbenam sehingga
sulit berjalan. Di tambah bila angin berhembus kencang abu dan pasir
berterbangan sehingga kadang masuk ke mata dan menganggu pernapasan.
Bila terjadi hal begini saya segera berhenti menunduk atau bila
disekitar saya ada celah atau batuan besar saya bersembunyi di balik
batu atau masuk kedalam celah. Oh…baru gunung kerinci inilah saya
mengalami hal semacam ini. Benar-benar gunung yang susah untuk di daki,
butuh semangat dan keinginan kuat untuk bisa melewati rintangan yang
ada.
Sekitar satu jam saya berjalan tibalah di
Tugu Yudha, berupa dataran luas padang pasir terletak persis di bawah
puncak gunung kerinci. Tugu Yudha ini sangat terkenal dengan ceritanya.
Dari cerita yang saya dengar, dahulu (lupa tahun berapa). Ada pendaki
bernama Yudha yang mendaki gunung kerinci bersama adiknya. Mereka camp
di shekter 3 sebelum ke puncak. Nah ketika mau ke puncak ternyata kabut
tebal menyelimuti yang membuat jaur tidak kelihatan. Pendaki lain
mengingatkan agar menunda pejalanan ke puncak, namun dia tetap ngotot
dan nekat menembus kabut tebal tersebut. Hal yang terjadi berikutnya dia
hilang bahkan jasadnya tak ditemukan sampai sekarang. Ada yang
mengatakan Yudha adalah anak seorang Perwira tinggi TNI. Oleh sebab itu
banyak personil TNI yang ikut dalam pencariannya. Namun tetap tidak
membuahkan hasil. Untuk mengenang beliau maka tepat di bawah puncak
utama kerinci didirikan sebuah tugu yag di beri nama Tugu Yudha. Setiap
pendaki kerinci pasti melewati tugu ini bila hendak ke puncak kerinci.
Kita doakan saja agar almarhum tenang di alam sana dan diterima Allah
amal dan ibadahnya. Amin.
Di tugu Yudha ini saya sempat berhenti
karena sesuatu yang menghipnotis mata. Ya…langit jingga kemerahan
pertanda sang fajar telah tiba. Di bawahnya samar terlihat bulatan
putih. Itulah Danau Gunung Tujuh. Subhanallah…pemandangan yang sangat
indah. Tampak jelas garis horizon dari ketinggian ini. Sungguh sempurna
lukisan alam di hadapan saya ini. Disini saya tidak berhenti lama karena
saya sendirian sementara teman-teman saya lainnya sudah di depan. Yang
saya takutkan bila berhenti terlalu lama malah kena hipotermia karena di
ketinggian ini semakin dingin. Saya harus tetap bergerak agar suhu
tubuh saya tetap stabil.Sunrise yang sangat indah di waktu fajar, di kejauhan tampak Danau gunung Tujuh
Lepas dari tugu Yudha kini saya hanya harus menaiki satu tanjakan
panjang lagi untuk sampai di puncak. Medannya berupa tanjalan terjal
berpasir dan berbatu. Sangat sulit berjalan di medan seperti ini. Kadang
kita hanya berjalan di tempat karena pijakan pada pasir yabg melorot,
meluncur kembali ke bawah. Disini bukan hanya kaki yang bekerja, tangan
juga. Yah, agar langkah tidak melorot lagi tangan harus mencengkram kuat
batu yang dinginnya bagaikan mencengkram Es batu. Kalau begini bukan
lagi mendaki gunung namanya, tapi manjat gunung.haha :D
Tenaga saya sudah terkuras habis disini,
saya hampir saja putus asa dan merasa tidak saggup lagi melanjutkan
perjalanan ini. Di celah 2 buah batu saya berhenti mengumpukan tenaga
dan berpikir menimbang-nimbang mau melanjutkan sampai ke puncak atau
tidak. Pikiran-pikiran itu berkecamuk hebat dalam otak saya. Disatu sisi
saya berpikir mungkin hanya disni batas kemampuan saya, disisi lain ini
tujuan utama saya datang jauh-jauh mengendarai sepeda motor dari
Sumatera Utara ke Jambi ratusan kilometer. Bodoh bila saya menyerah ! Di
hadapan saya banyak pendaki-pendaki yang menyapa saya, obrolan singkat
kami mengatakan bahwa mereka turun karena tidak sanggup lagi ke puncak.
Baru saya sadari bahwa saya tidak sendiri dalam kondisi ini.
Akhirnya setelah berpikir panjang dan hampir menitikan air mata. Saya
tekatkan lagi berjalan menuju puncak !!! Saya mengubah strategi,
berjalan perlahan namun pasti. Dalam artian berjalan dengan langkah
pendek agar tidak terlalu banyak menghabiskan tenaga, namun tetap
bergerak. Tapi tetap saja, tenaga saya memang sudah terkuras habis. Kaki
ini terasa sagat berat untuk dilangkahkan. Namun tekad sudah saya
tetapkan, harus terus mendorong batas kemampuan sampai puncak. Satu
pikiran yang membuat saya semangat waktu itu adalah, akan berdiri di
Puncak Tertinggi Sumatera, Gunung berapi tertinggi di Indonesia. Gunung
impian saya 2 tahun lalu, dan saat ini sedikit lagi saya sampai ke uncak
impian itu. Perlahan namun pasti saya langkahkan kaki ini, menapaki
terjalnya medan pendakian menuju puncak.
Untuk sampai ke puncak harus berjalan di celah tanah seperti ini agar terhindar dari terpaan angin kencang
Setelah melalui perjuagan panjang dan pergulatan batin disisa-sisa
akhir tenaga saya. Ada satu orang pendaki yang baru turun dari puncak
yang mengatakan puncak sudah di depan mata saya. Perkataan itu membuat
semangat saya bagkit lagi. Segera saya percepat langkah dan tibalah saya
di suatu dataran yang tidak lebar, inilah dia puncak Gunung Kerinci !!!Alhamdulillah, Allahu akbar !!! itulah kata pertama yang keluar dari mulut saya ketika sampai di puncak. Segera saya berlari menuju kawan-kawan saya dan memeluk mereka satu persatu.
Puncak kerinci ini berbeda dari puncak-puncak gunung yang pernah saya pijak. Puncaknya sangat sempit, langsung berhadapan dengan kawahnya yang sangat besar dan sisi lain jurang yang sangat dalam. Setiap waktu kawah memuntahkan asap belerang yang baunya memabukkan. Saya sempat melihat kedalam kawah yang sangat dalam, ternyata di dasar kawah tampak memerah itulah magma/lava gunung berapi. Cukup ngeri melihat kedasar kawah itu.
Dan sewatu memandang ke sekitar, luar biasa. Danau gunung tujuh tampak jelas dan indah dari sini. Langit sangat biru cerah waktu itu. Gumpalan awan berlapis-lapis di bawah kami. Luar biasa kami berdiri di ketinggian 3.805 meter. Sepertinya tepat bila ini dinamakan ‘Negeri di Atas Awan’ karena memamng posisi kami berdiri saat ini lebih tinggi dari gumpalan awan. Sungguh beruntung saya mendapat kesempatan berdiri di puncak kerinci ini, pengalaman yang tidak semua orang bisa mengalaminya. Suatu kebanggan atas keberhasilan dari perjuangan panjang.
Di puncak Gunung Tertinggi Pulau Sumatera ini saya sangat terharu mengingat perjuangan saya untuk sampai disini. Teringat sewaktu menabung rupiah demi rupiah, perjalan panjang yang saya tempuh dengan sepeda motor, perjuagan yang menguras tenaga sewatu mendaki hingga sampau puncak. Itu semua untuk mewujudkan impian 2 tahun lalu bisa sampai kesini. Gunung impian para pendaki.
Seorang pendaki senior asal jawa yang saya temui sewatu mendaki kemarin mengatakan track kerinci ini sangat berat. Beliau mengatakan tidak pernah menjumpai track seberat dan sekomplit ini pada gunung-gunung di jawa. Bahkan beliau juga mengatakan gunung Semeru yang sangat terkenal di jawa pun relarif lebih gampang di daki ketimbang Kerinci. Ntahlah pernyataan beliau itu benar atau tidak. Yang jelas saya merasakan track gunung Kerinci ini memeng sangat berat
Setelah mengabadikan momen istimewa
tersebut ke dalam kamera untuk kenangan, kami bergegas turun karena asap
belerang mulai menebal dan arah angin juga telah mengarah tepat ke
puncak. Menurut info yang saya dapatkan, karakteristik gunung Kerinci
memang begitu. Semakin siang asap belerang dari kawah semakin tebal.
Sehingga waktu ideal untuk tiba di puncak sebelum jam 8 pagi. Kami cuma
sekitar 20 menitan di puncak untuk menimati pemndangan dan merasakan
berdiri di Puncak Tertinggi Sumatera. Sebenarnya saya masih belun puas
di puncak, masih ingin berlama-lama melihat pemandangan yang
sangat-sangat indah tersebut. Tapi semakin siang asap belerang dari
kawah gunung semakin tebal sehingga sulit untuk bernafas. Danau Gunung Tujuh di potret dari puncak Kerinci
Bila sewaktu mendaki kami butuhkan waktu lebih dari 1 jam dari Tugu
yudha. Saat turun kami cuma habiskan waktu sekitar 20 menitan hingga
tiba di Tugu Yudha. Kaki pun mulai melangkah turun. Buat masalah turun
gunung itu adalah bagian yang saya sukai. Karena saya bisa meluncur di
pasir untuk turun. Tak sampai setengah jam kami sampai di Tugu Yudha.
Sampai di Tugu yudha kami tidak langsung turun ke arah base camp Shekter
3. Kami berbelok ke arah kanan dari jalur puncak, berencana akan
melihat taman edelweiss yang katanya ada di lereng sebelah barat Tugu
Yudha. Ternyata Tugu Yudha ini sangat luas membentang, bagai gurun
pasir. Saya tidak melihat adanya tumbuhan disni, hanya hamparan pasir
luas dan tumpukan bebatuan. Angin disini sangat kuat sampai-sampai kami
jalan dengan tubuh yang miring karena diterpa angin kencang dari sisi
samping. Terkadang kami harus berhenti berjalan atau berpegang pada
bebatuan besar saat ada hembusan angin yang cukup kencang dari aarah
puncak. Baru kali ini saya mengalami hal semacam ini di gunung. Sangat
banyak pengalaman baru yang saya dapatkan di gunung Kerinci ini, ini
semua adalah pengalaman berharga yang mungkin tak akan terlupakan seumur
hidup saya.
Cukup lama kami menghabiskan waktu di
hamparan pasir yang luas ini. Hingga sampilah kami di titik ujung
dataran berupa tebing curam berupa jurang yang sangat dalam. Menurut
informasi yang kami dapatkan di lereng dan dasar jurang inilah polulsi
bunga Edeleweiss berada. Saya sangat penasaran ingin melihat secara
langsung Edelweiss berwarna ungu ini karena belum pernah lihat secara
langsung. Namun apa lacur, melihat kedalam jurang saja sudah membuat
nyali ciut. Sangat terjal dan dalam dan samar terlihat vegetasi tumbuhan
perdu. Saya tidak melihat adanya ciri-ciri bunga edelweiss disana. Ntah
informasi yang kami dapatkan salah atau memang mata kami yang kurang
jeli melihatnya. Menimbang-nimbang faktor semacam itu kamu urungkan niat
untuk turun ke bawah. Dan memutuskan kembali ke Tugu Yudha yang artinya
kami harus melewati hamparan pasir yang luas berbukit kecil serta
terpaan angin yang kuat. Yang sata rasakan saat itu panas dingin.
Ya…dingin karena terpaan angin kencang dan cuaca gunung yang memang
dingin, juga karena panas dari sinar mentari yang mulai terang dan
meninggi.
Singkat cerita sampailah kami di tugu yudha.
Tepatnya di salah satu tugu peringatan berupa tumpukan batuberbentuk
seperti kuburan. Ini sengaja di buat untuk mengenang mereka para pendaki
Kerinci yang menemui ajalnya di gunung. Salah satunya adalah milik
almarhum Yudha yang saat ini namanya di abadikan di salah satu tempat di
gunung Kerinci.
Disana kami beristirhat di depan sebuah batu besar menghadap ke arah
Shelter 3. Wow…pemandangan dari sini pun tak kalah indahnya. dari sini
kami dapat melihat Danau Gunung Tujuh, Danau Belibis, puluhan tenda
berwarna warni yang berdiri di sehelter 3 dan juga hamparan kebun teh
Kau Aro yang luas membentang. Danau Kerinci juga nampak di kejauhan
dengan latar belakang Gunung Raya. Sebuah pemndangan yang sangat
menyejukan mata yang tak semua orang dapat merasakannya.Puas dengan semua itu kami lanjutkan perjalanan turun meuju base camp di shelter 3. Langkah kaki terasa ringan tidak seperti waktu mendaki. Kendala yang kami hadapi saat turun kadang sepatu terbenam terlalu dalam di pasir. Untunglah saat itu saya pakai gaiter sehingga pasir dan batu kerikil tidak masuk kedalam sepatu saya. Terus berjalan hingga sampailah kami di tenda tempat kami menginap tadi malam. Sesampainya di tenda kami istirahat sebentar dan masak untuk makan siang. Di pendakian kali ini kami membawa 14 liter air. sengaja kami bawa airsebanyak itu untuk antisipasi bila sumber-sumber air di gunung habis mengingat pendakian ini saat momen 17an sehingga ratusan pendaki berbondong-bondong mendaki gunung Kerinci. Alhamdulillah…dengan persedian air sebanyak itu, selama di gunung kami tidak kekurangan air lagi.
Masak sudah, kini saatnyabersantap siang.
Hmm…dengan rasa lapar seperti ini menu sederhana berupa mie instan,
sarden dan sambal kering teri kacang sisa kemairn di santap habis.
Setelah makan kami sambung lagi dengan minum energen. pulihlah sudah
tenaga, kembalilah sudah kalori yang kami keluarkan. Kami merencanakan
turun ke bawah jam 1 siang dengan asumsi tiba di bawah sebelum maghrib.
Sementara saat ini jam masih menunjukan pukul 10.30 pagi. Hmm…segera
saja kami manfaatkan jeda waktu yangada untuk tidur. Memulihkan tenaga
agar kondisi badan fit saat turun tadi.
Tidur sebentar namun nyenyak karena
kecapean, akhirnya kami bangun segera packing dan bersiap untuk turun.
Tidak lupa pula kami bersihkan sampah sisa bekas kami untuk di bawa
turun. Sebagai pecinta alam sudah seharusnya dan kewajiban untuk membawa
turun sampah saat di gunung. Perlahan kami mulai berjalan menuruni
gunung Kerinci yang tadi pagi telah kami gapai puncaknya. Bertegur sapa
dengan pendaki-pendaki lainnya yang baru tiba ataupun masih menetap di
shelter 3.
Nah ini dia bagian yang seru, ntah karena
kami kelebihan tenaga atau karena kondisi badan yang fit kami turuni
gunung dengan gaya free style. Maksudnya kami turun dengan langkah cepat
dan bergelantungan di dahan-dahan pohon di pinggir jalur pendakian. Dan
saat berjumpa dengan pendaki yang dtang dari arah bawah, kami ambil
jalan lain menerobos semak di pinggir jalur pendakian. Atau berhenti
meminggir saat jalan terlalu sempit jika berpapasan pendaki yang sedang
naik dengan nafas ngosngosan dan peluh membanjiri muka. Keadaan yang
persis seperti kami kemarin saat sedang menanjak. Di shelter 2 kami
berhenti karena teman kami yang namanya Tobing mengajak istirahat.
Setelah istirahat sebentar kami lanjutkan lagi perjalanan dengan langkah
cepat, lambat laun teman kami Tobing sudah tidak kelihatan. Sepertinya
dia memperlambat langkah hingga tertinggal jauh dari kami. Akhirnya kami
putuskan untuk menunggu dia di sebuah tempat yang cukup lapang tepat di
pinggir jalur. 30 menit berlalu dia belum juga muncul, sementara kami
mulai jenuh menunggu dia yang tak jua datang. Ketika di hubungi ke
handphonenya dia mengatakan tetap jalan namun jalnnya pelan dan di a
menyuruh kami untuk jalan duluan.
Kami pun melajutkan lagi perjalanan setelah
mendapat kabar dari dia. Turun gunung ala free style masih kami kami
lanjutkan hingga bertemu rombongan yang melintas turun saat kami
menunggu teman kami. salah seorang rombongan tersebut dengan bercanda
mengatakan “wah..kalau begini caranya, 5 menit sudah sampai bawah” .haha
:D
kami hanya tertawa mendengar perkataan itu. Usai berbasa-basi dengan
beliu kami pamit untuk melanjutkan lagi perjalanan turun. Shelter demi
shelter kami lalui, pos demi pos kami laui hingga akhirnya kami tiba di
pos 1. Disini rasa dahaga dan kering di tenggorokan sangat terasa.
Sementara persediaan air kami telah habis total. Untung saja dengan
jurus babibu dan sedikit rayuan teman saya yang biasa di panggil Galag
Lowbat mendapatkan 1 botol penuh dari pendaki yang membawa air terlalu
bany ak. Alhamdulilah, akhirnya rasa dahaga ini terpuaskan saat tegukan
air melewati tenggorakan.
Di Pos 1 ini kami coba menghubungi teman
kami Tobing yang ada di belakang. namun handphonenya tidak dapat di
hubungi. Kami menduga saat ini dia berada di tempat yang tidak ada
sinyal handphonenya. Setelah berunding kami memutuskan menunggu dia di
Pintu Rimba. Kami tiba di Pintu Rimba sekitar pukul 17 lewat. Disana
sudah menunggu teman saya yang bernama Aswin datang untuk menjemput
kami. Karena bila berjalan kaki menuju Simpang Tugu Macan sangat jauh,
kan lumayan tuh dapat tumpangan. Sembari menunggu Tobing sampi kebawah
saya, Madon dan Aswin naik sepeda motor berbonceng 3 dengan maksud
mengambil sepeda motor kami yang di titipkan di rumah teman Aswin yang
terletak tidak jauh dari Tugu Macan.
Singkat cerita, kami mengunjungi lagi rumah
teman Aswin yang dititipi sepeda motor tadi. Hingga teman kami Tobing
datang dan berkumpul kembali di rumah teman Aswin. Disana kami di jamu
dengan makanan dan minuman dan akhirnya makan besar. Hmmm….ini dia
bagian yang nikmat, setalah capek habis mendaki gunug kini di jamu makan
amalam oleh tuan rumah yang amat baik. Beliau ini adalah teman kuliah
Aswin, salah satu dari orang dari suku Jawa yang nenek myangnya dulu di
datangkan dari tanah jawa untuk bekrja di perkebunan teh Kayu Aro.
Memang, dimanapun kita berada selalu ada orang baik bertemu dengan kita.
Usai bercerita panjang lebar dan badan yang mulai terasa gatal kami
akhirnya undur diri untuk pamit ke tuan rumah untuk melanjutkan
perjalanan kembali ke kota Sungai Penuh, yaitu kerumah Aswin.
Alhamdulilah, satu petualangan baru telah
saya lakukan untuk menambah daftar temat-tempat eksotis yang pernah saya
datangi. salah satunya ini, Gunung Kerinci. Sebuah gunung yang amat
besar, gunung berapai tertinggi di Indonesia yang merupakan atap/puncak
tertinggi pulau Sumatera. Akhirnya saya berhasil sampai kesini dan
Terima Kasih Alhamdulillah saya ucapkan kepada Allah SWT yang telah
menginjinkan saya menikmati salah satu alam indah ciptaanNya.
Oke, sepertinya sampai disni dulu saya
bercerita tentang petualnagan saya mendaki gunung Kerinci berketinggian
3.805 meter. Namun cerita saya menjelajahi kabupaten Kerinci, Jambi ini
belum usai. Usai sukses pendakian gunung Kerinci ini saya melanjutkan
pendakian ke Gunung Tujuh, dimana ada sebuah danau yang katanya
tertinngi diAsia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar